Koreaherald
Kata Won Il, komposer dan direktur festival, musik tradisional Korea itu kunci buat nentuin identitas K-pop!

K-pop makin mendunia, tapi banyak yang nanya, identitasnya bakal gimana ya ke depannya? Nah, buat Won Il, seorang komposer dan musisi tradisional, jawabannya mungkin ada di warisan musik Korea itu sendiri.
"Gue belajar musik tradisional Korea, dan gue adalah seorang performer sekaligus komposer," kata Won Il pas diwawancarai sama The Korea Herald hari Senin.
Perjalanan musiknya dimulai dari SD dengan snare drum, lanjut ke SMP main clarinet di band sekolah, dan akhirnya kuliah jurusan gugak, alias komposisi musik tradisional Korea. Dengan pengalaman 45 tahun di berbagai genre, Won punya kombinasi unik antara penguasaan musik tradisional dan imajinasi sinematik.
"Gue selalu mimpi jadi sutradara film, jadi penampilan gue menggabungkan multimedia dengan cara yang mencampurkan musik Barat, imajinasi film, dan musik tradisional," jelasnya.
Karier Won emang susah dikategorikan. Mulai dari panggung musik tradisional, band indie rock, sampai jadi direktur festival, perjalanannya nunjukkin rasa ingin tahu yang nggak ada habisnya.
"Gue bosen ngulangin apa yang udah dipelajari," katanya. "Kebaruan sejati itu nggak ada di tempat yang jauh kok -- bisa dateng dari nampilin hal-hal familiar dengan cara yang beda. Itulah esensi seni dan kenapa gue seneng nantangin diri sendiri."
Filosofi ini mendasari pemikirannya tentang evolusi musik K-pop. Dia nunjukkin film animasi Netflix baru-baru ini, "KPop Demon Hunters," yang lagu pembukanya nyantumin pansori, alias bentuk narasi nyanyian tradisional.
"Mungkin cuma bagian kecil, tapi itu nunjukkin kalo energi tradisional Korea mulai diakuin di luar negeri," kata Won.
Dia nyorotin gimana film itu ngambil akar shamanistik dari seniman wanita Korea dan motif visual dari lukisan rakyat, nyiptain energi mitis yang jadi pusat identitas artistik Korea.
"Secara DNA, itu udah ada di diri kita. Tradisi kita, dari ritual shamanistik sampe cerita rakyat, nunjukkin sejarah panjang perempuan yang mimpin ekspresi artistik," ujarnya.
Menurut Won, elemen budaya ini bukan cuma nostalgia -- tapi bisa jadi dasar buat fase K-pop selanjutnya.
"K-pop selama ini adalah seniman Korea yang nginterpretasi ulang pop, hip-hop, dan rock Barat dengan gaya kita sendiri. Tapi sekarang, saatnya K-pop ngembangin identitas unik yang berakar pada musik Korea -- ritme, instrumen, dan bentuknya," katanya.
Dia nyebutin eksperimen crossover baru-baru ini dengan instrumen tradisional.
"Misalnya, Park Dawool di grup Kardi main geomungo, alat musik petik tradisional, bareng gitar. Instrumen itu bisa nyaingin gitar dalam hal energi dan kehadiran," kata Won. Dia nambahin kalo gayageum dan perkusi tradisional, yang udah nampil di acara-acara besar kayak upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang 2018, nunjukkin energi dinamis yang bisa nentuin penampilan K-pop.
"Performer Korea jago banget ngegabungin genre dengan cepet dan dinamis. Adaptabilitas itu bikin instrumen kayak daegeum, geomungo, dan janggu bisa jadi sorotan utama," kata Won.
Buat Won, pesannya jelas: Saat K-pop nyari identitas sejatinya di panggung global, mereka harus ngeliat ke dalam diri sendiri.
"Dengan ngerangkul musik tradisional kita dan ngegabunginnya secara kreatif, K-pop nggak cuma bisa jadi populer di seluruh dunia, tapi juga bener-bener jadi 'Korea' dengan cara yang bisa diterima di seluruh dunia," katanya.
Ke depannya, Won fokus sama jalur kreatifnya sendiri.
"Tujuan gue adalah ngerilis album, ngehubunginnya sama pertunjukan, dan akhirnya nyiptain ansambel yang ngebawa musik ini ke publik," katanya. "Buat gue, esensi musik itu pertunjukan. Album emang bermakna, tapi nampilinnya secara live itu yang bener-bener seru."
https://m.koreaherald.com/article/10564936